Catastrophic

By Lalla Pratami - Kamis, Januari 15, 2009


Sudah beberapa minggu ini kita 'disajikan' dengan peperangan di jalur Gaza dimana Israel terus menyerang Palestina. hingga tadi siang di Bulletin Malam, warga sipil Palestina yang terbunuh mencapai 1000 orang. Saya sendiri kadang-kadang takut untuk nonton liputan konflik di Gaza itu. Miris, tidak tega, kasihan, sakit. Bahkan hampir setiap kali menonton liputan itu saya malah menangis. walau saya tidak kenal dengan mereka, tidak pernah ke Palestina, ataupun mengerti bahasa mereka. hanya dengan cuplikan adegan pertempuran di Gaza dan korban-korban yang berjatuhan.


kenapa harus ada perang kalau hidup damai itu menyenangkan?


saya tidak peduli dan tidak mau tahu alasan Israel menggempur Palestina habis-habisan. yang jelas, dilihat dari sisi manusiawi, Israel jelas tidak manusiawi. mereka memborbardir gedung sekolahan dan rumah sakit yang jelas-jelas menjadi tempat berlindung para warga sipil. mereka juga sempat melarang bantuan dari manapun masuk untuk menolong warga Palestina. dan di belahan dunia lain, PBB yang seharusnya bisa mewujudkan perdamaian dunia tidak mampu melakukan apapun hanya karena satu negara adi kuasa itu tidak setuju. Jeez.


walaupun saya sendiri hanya bisa duduk di sini, merasa simpati, dan tidak membantu apapun untuk warga Palestine selain doa.


saya jadi ingat dengan seorang teman saya. Latifah Nuzuli, biasa saya panggil Tifa atau Tipeh. kami sekelas di kelas satu SMA, tetapi hanya beberapa bulan karena dia pindah ke Aceh. saya dan Tifa termasuk cukup sering mengobrol karena ia adalah tetangga salah satu sahabat saya yang sudah pindah ke Bandung. setidaknya di sebuah kelas baru dengan anak-anak baru itu kami memulai ngobrol tentang teman saya ini. dan saat ia pindah ke Aceh pun masih suka sms-an, sekedar tanya kabar atau basa-basi.


hingga akhirnya 26 Desember 2004 di Aceh terjadi tsunami. dari kabar yang saya dengar, Tifa selamat. saat air mulai datang, ia dan ibunya lari, tapi ibunya tertinggal sehingga hanya Tifa yang selamat. Ayah dan adiknya juga tidak bisa menyelamatkan diri. dengan kata lain, setelah Tsunami itu, hanya ada Tifa, dan kakaknya yang saat itu kuliah di Jogja.


beberapa minggu kemudian saya mendapat kabar lagi kalau Tifa sudah pindah ke Jakarta tinggal bersama tantenya. saya juga (akhirnya) mendapat nomer handphonenya, sehingga bisa kembali berhubungan dengannya. sekarang Tifa kuliah di UNJ mengambil jurusan bahasa Jerman atau sastra Jerman gitu, eh apa Belanda? lupa hehehe


call it disaster. catastrophic. whatever fits you. both Tifa dan anak-anak Palestine kini sudah kehilangan. tapi mereka, saya yakin sangat bisa melewati masa-masa berkabungnya. Tifa, dengan senyumannya yang selalu manis, berjalan menapaki lembaran hidup baru dengan pelajaran yang sangat berarti di belakangnya. cobaan yang sangat berat itu malah menunjukkan bahwa mereka pemenang saat mereka mampu melewatinya dengan baik.


satu yang harus kita ingat, Tuhan memberikan cobaan kepada kita karena Dia maha tahu kalau kita mampu melewatinya, bahwa Dia percaya kita bisa kuat dan menang. bukan karena Dia tidak sayang dengan kita.


ngomong-ngomong musibah, tadi sore saya dapat sms dari ibu, katanya si Bima, my brother, habis dihipnotis di angkot sehingga hp dan mp4 nya pun raib dibawa. kok dompetnya gak ilang ya? apa tahu dia gak pernah punya duit? behehe

  • Share:

You Might Also Like

8 COMMENT;

  1. walaaah..sedih juga
    halah abang lo ktemu romi rafael
    kwakwakawk

    eh la ajarin edit..gua suka tone poto2 lo
    waaaaaaaaa

    BalasHapus
  2. lallaaaaa, aku miris liat fotonya! :(

    BalasHapus
  3. haaah sereem bgt fotonya -.-'

    BalasHapus
  4. iya ka sama sama :)
    kalo di sini ga ada cbox ya? hhe

    BalasHapus
  5. biadab banget.....yang berbuat

    BalasHapus
  6. cray when look that pict

    BalasHapus