Sebagai anak 90-an, rasanya wajib sekali untuk mengunjungi Museum Fujiko F. Fujio ketika berada di Jepang. Saya bahkan masih ingat sekali salah satu komik yang dibeli pertama kali ketika baru bisa baca adalah Doraemon no. 20. Bukan hanya mengoleksi semua komik Doraemon baik yang regular maupun petualangan (dan hapal ceritanya!), tapi juga selalu menonton kartunnya tiap hari Minggu di tv.

Kafka was having his 4th birthday there :)

Oh iya, pastikan sudah membeli tiket sebelum datang ke museumnya, ya. Karena di museum tidak menjual tiket masuk. Untuk membeli tiket Museum Fujiko F. Fujio, bisa dengan membeli di Lawson (yang di Jepang ya, bukan di Jakarta ahaha), ataupun beli secara online di website Museum langsung atau di penyedia jasa travel seperti klook. Kalau kemarin sih saya beli langsung di Lawson malam sebelumnya dengan sedikit drama, karena mas-mas yang jaga cukup kesusahan berbahasa Inggris.

Saya: "Can I buy Fujiko F. Fujio Museum ticket here?"
Mas2 Lawson dengan muka bingung dan terbata-bata: "Can you speak english?"
*stress*

Anyway, setelah dia panggil temannya, akhirnya si temannya ini ngerti kalau saya dari tadi ngomong Bahasa Inggris dan bisa memproses tiket Fujiko F. Fujio museum. Jadi ada mesin yang memang khusus untuk beli tiket (seperti di beberapa indomaret), dan kita tinggal pilih tanggal serta jam yang diinginkan. Ada pilihan 4 jam; jam 10, 12, 14, dan 16. Museumnya sendiri kalau gak salah tutup jam 6 sore. Harga tiketnya adalah 1000 Yen untuk dewasa, dan 500 Yen untuk anak-anak (4 tahun sudah bayar).

Setelah tiket sudah terbeli, tinggal berangkat menuju museumnya. Lokasi museum ini memang bukan berada di Tokyo, tapi cukup mudah dijangkau dari Tokyo--bahkan cukup satu kali naik kereta saja dari Stasiun Shinjuku. Cara menuju Museum Fujiko F. Fuji dari Stasiun Shinjuku, bisa naik jalur Odakyu Line ke arah Odawara (Platform 5), lalu turun di Stasiun Noborito. Setelah sampai di Stasiun Noborito, keluar dan mencari halte bus untuk naik shuttle bus menuju Museum Fujiko F. Fujio hanya dengan membayar 200 yen saja.

shuttle bus doraemon

Saya sampai di museum kira-kira 5 menit sebelum jam 10, lalu langsung digiring untuk mengantri masuk ke museum. Setelah itu, memilih bahasa audio yang mau digunakan di semacam walkie talkie kecil. Jadi, tiap orang yang masuk akan diberikan walkie talkie kecil yang isinya adalah rekaman dari medium atau karya yang ada di Museum. Jika kita ingin tahu cerita dibalik gambar atau karya yang dipajang, tinggal memencet angka yang ada di dekat karya tersebut dan mendengar lewat walkie talkie tersebut. Seingat saya pilihannya ada Bahasa Jepang, Korea, dan Inggris. Di ruangan pameran/instalasi ini tidak boleh foto, jadi gak ada fotonya hehe.. Oh iya, stroller gak boleh masuk ke dalam museum, dan ada penitipannya di dekat meja pengambilan walkie talkie tersebut.

yang dikalungin Kafka itu audio seperti walkie talkie :)

Selain pameran karya dan sejarah Fujiko F. Fujio, ada juga beberapa permainan seperti gacha-gacha doraemon, perpustakaan kecil dengan buku-buku doraemon bermacam bahasa, bioskop mini yang menayangkan film doraemon dan karya lain Fujiko F. Fujio, playground mini (Kafka betah banget!), restauran, dan taman luar dengan banyak instalasi tokoh-tokoh Fujiko F. Fujio dan lainnya (dorami, p-man, doraemon, pintu kemana saja, pipa tempat main Nobita dan kawan-kawan).

instalasi sumur Giant dimana kita bisa pompa sampai Giant muncul keluar sumur

Setelah puas berkeliling, bahkan lebih lama dari rencana karena Kafka betah banget, kita pun kembali ke Stasiun Noborito dengan naik shuttle bus yang sama. Setelah itu, balik lagi ke Stasiun Shinjuku dan continue the Tokyo Trip.

playground mini yang bikin Kafka betah banget

Overall, Kafka senang banget main di Museum Fujiko F. Fujio. Dia bahkan minta main ke Fujiko F. Fujio Museum lagi. Semoga ada kesempatannya ya..

Alasan pertama membeli Missha Time Revolution The First Essence ini karena katanya, Missha FTE ini adalah dupe-nya SKII FTE. By the way, kulit aku kebetulan cocok sama SKII FTE, apalagi kalau dipakai pakai 7 Skin Method, langsung bikin lembab dan kenyal dalam sekejap. Tentu saja sebagai sobat missqueen, dengan harga yang nyatis setengah dari SKII FTE, langsung pengen nyoba Missha ini. Seperti biasa, aku beli Missha FTE ini di Shopee, karena ketika nanya di counter mall dekat rumah, harganya beda jauh ya bok! Haha.

How do I use this product?
Aku pakai Missha FTE ini setelah pakai double toner, sebelum pakai serum. Aku pakai tiap hari selama beberapa bulan ini, walaupun gak selalu tiap hari alias bolong-bolong. Cukup sekitar 2 tetes sudah bisa cocer seluruh muka aku. Kadang-kadang kalau lagi merasa agak kering, pakainya jadi dua kali.

What do I think about this product?
Dari tekstur dia emang mirip banget sama SKII FTE, tapi bedanya Missha ini gak ada bau ‘unik’ seperti SKII, bahkan cenderung gak ada wanginya. Hasilnya di kulitku pun bikin lembab banget, apalagi kalau pakai dua kali, dan toner sebelumnya juga double. Kulit langsung berasa adem dan kenyal. Tapi menurutku, walaupun memang mirip dengan SKII FTE, tetap masih kalah dari produk aslinya sih. SKII FTE lebih lembab dan lebih cepat memperbaiki tektur kulit kalau lagi ngambek (apalagi kulitku tuh super sensi kalau lagi PMS). But overall, dengan harga yang hanya setengahnya, it’s still good. Pemakaiannya pun termasuk hemat, aku pakai udah hampir 5 bulan tapi baru habis hampir setengahnya.

Will I repurchase this product?
I honestly penasaran dengan essence-essence lainnya di luar sana, setelah ini habis sepertinya mau coba yang lain dulu.

Overall rating: 4/5

Skin type: acne prone, oily

So Ji Sub adalah awal dari segala keracunan saya di Korean thingy, atau lebih tepatnya di K-Drama. Sejak menonton Oh My Venus beberapa tahun lalu, tiba-tiba saja saya jadi kembali terjebak di dunia K-Drama. Dimulai dari ketagihan nonton drama-drama Oppa So Ji Sub lainnya, berlanjut ke drama-drama Korea lainnya. Makanya, ketika ke Seoul tahun lalu, saya juga berniat untuk mampir ke 51K Office, kantor agency yang merupakan milik So Ji Sub.

Kantornya So Ji Sub berada di daerah Gangnam, dan gak dekat-dekat amat sama subway station. Sebenarnya saya ke kantor 51K office ini salah jalur subway, gara-gara rencana awal mau lunch dulu di Yang Good BBQ daerah Gangnam juga, gak tahunya Yang Good BBQ baru buka sore hari. Langsung dadakan geser ke itinerary mampir 51K Office.



Ngaconya, saya malah memilih untuk turun di Gangnam Station, lalu lanjut jalan kaki ke 51K office yang jauh abis. Untung aja Seoul lagi itu adem-adem semriwing, dan jalanan di sana sangat pedesterian (+stroller!) friendly. Biarpun mostly jalanan Seoul itu kadang naik gunung, kadang turun gunung, tapi seru-seru aja jalan dari Gangnam Station ke 51K Office.

Nah pas sudah sampai kantornya, the only thing yang saya lakukan sesungguhnya hanyalah foto-foto. Iya, udah, foto doang. Terus lanjut jalan lagi ke Coex Mall. Padahal lagi ada mobil So Ji Sub di parkirannya, yang berarti orangnya ada di dalam. Tapi apalah daya, sebagai emak-emak yang datang ke sana bersama suami dan anak---I mean, what do you expect sih. Diturutin jalan jauh cuma buat foto di depan halaman juga udah untung.



Kalau dipikir-pikir yah, faedahnya apa mampir ke 51K office ini saya juga bingung sih. Hahaha. Semacam sekedar mencoret bucket list aja, dan merasakan pengalaman datang ke kantor agency artis korea itu seperti apa.

51K Office Google Maps: https://goo.gl/maps/4mhNPaogQpE2

Sejak daycare di kantor saya sudah fully operated, sebenarnya saya dan Rama sudah penasaran banget mau Kafka daftar di sana. Beberapa alasan kami adalah, karena daycare lebih banyak aktifitas dan testimoni dari anak teman-teman Rama yang memasukkan anaknya di kantor Rama, anaknya jadi aktif dan berani. Aktif dan berani adalah harapan saya dan Rama untuk Kafka, simply karena kita berdua anaknya malu-malu dan cenderung pasif.

Saat itu sebenarnya saya masih punya bala bantuan yang mengurus Kafka di rumah tiap hari. Tapi, dengan umur Kafka yang sudah lewat 2 tahun saat itu, dia masih belum lancar dan belum jelas bicara.  Tentu saja karena lebih banyak dikasih nonton tv, walaupun katanya sih gak nonton melulu. One of the risk of being a working mother.

Jadi ketika yang bersangkutan resign dari rumah kami (gak perlu lah ya diceriyain dramanya, lol), memasukkan Kafka ke daycare jadi pilihan pertama. Padahal, saat itu Kafka juga sudah sekolah preschool dengan tujuan utama melancarkan bicara. Jangan bayangkan gimana hari-hari saya diantara kerja, ngurus anak, daycare, dan antar-jemput sekolah, ya. Mungkin bagian ini ada kisahnya sendiri nanti :))

Seminggu pertama di daycare tuh drama banget, tiap pagi ada cirambay gak mau pisah di depan pintu daycare. Dan pas siang jenguk, anaknya malah drama banget! Ternyata malah tidak jenguk dia di daycare adalah pilihan terbaik, karena kalau gak dijenguk anaknya gak drama sama sekali.

Minggu-minggu berikutnya, Kafka mulai merasa nyaman di daycare. Di rumah sudah bisa cerita tentang Miss dan teman-temannya. Sudah bisa minta “Akka mau ke daycare aja ya” di pagi hari. Karena daycare berada di kantor saya, Kafka senang banget kalau pulang daycare saya ajak ke meja kerja, atau sekedar ambil ice cream (oh, kalau ini kesukaannya sih ya), dan dia bisa cerita ke Rama ketika di rumah tentang hal-hal menarik apa saja yang dia temui di kantor Bunda.



In only within few months, Kafka dari yang ngomong masih cenderung babbling tidak jelas, jadi lancar dengan banyak kosakata baru dan semakin jelas pronounciationnya. Not to mention, sekarang sudah super bawel in a positive way.

Karena di daycare juga diajarkan disiplin, cara makan Kafka jadi jauh lebih teratur. Belum lagi perubahan simpel seperti, masuk rumah langsung lepas sepatu dan simpan di tempatnya, terbiasa sharing barang dengan orang baru, serta berani di lingkungan atau orang-orang baru.


Tapi, dengan Kafka ikut daycare, setiap hari harus siap dengan rutinitas kerempongan pagi hari untuk siap-siap ke kantor & daycare. Belum lagi kalau sekolah, mesti antar jemput sendiri—ditambah pula kalau lagi ada meeting di jam jemput sekolah; pilihannya tinggal pamit dari meeting dulu, minta skype meeting, atau minta Rama izin dari kantor supaya bisa jemput sekolah dan antar ke daycare. Kalau pulang kantor masih ada acara atau sekedar dinner pun, Kafka mau gak mau diajak ikut ke acara itu. Untungnya, dia tipe anak yang bisa enjoy di lingkungan baru. Yang penting siap-siap bawa mobil atau kereta aja di tas buat senjata kalau mulai bosan.

Overall, we think it’s the best decision to let Kafka join Daycare. In less than a year, he has become more mature, brave,  much much active and smart, and had consideration to people around him. Good job, Kafka. Dont stop to grow up well, would you?