Sama seperti hari-hari lainnya, Satya menunggu bus di halte itu.
Entah sudah berapa kali Satya harus melawan hujan badai atau panasnya matahari Jakarta hanya demi mendapat bus yang mengantarnya sampai ke rumah. Kepulan asap dan berhimpitan di dalam bus sudah menjadi lawannya setiap hari.
Dan sama seperti hari-hari lainnya pula, siang ini Satya berdiri bersandar di pagar biru sambil menunggu datangnya bus bernomor 47 yang mengantarnya pulang. Siang ini panas sekali, Satya bahkan sudah beberapa kali mengibas-ngibas kemeja putihnya, sekedar memberi angin kepada badannya yang berkeringat.
Tapi tidak, hari ini berbeda. Ada sesuatu yang menarik perhatian di halte, yang biasanya tidak ditemui. Setidaknya bagi Satya.
Seorang gadis yang juga berseragam putih-abu berdiri sekitar dua meter di depan Satya. Beberapa kali ia menoleh kiri-kanan, seperti mencari-cari bus yang dicarinya. Rambutnya yang tergerai panjang sepunggung mengikuti gerakan badannya yang gelisah. Wajahnya terlihat cemas, entah karena tidak dapat bus atau hal lainnya.
Satya menatap wajah gadis itu, lama. Pelan, ia tersenyum.
Gadis itu menarik.
"Tidak usah cemas, nanti juga datang kok."
"Baru kali ini ya nunggu bus di halte seperti ini?" Lanjut Satya, tanpa menunggu respon dari gadis itu sebelumnya.
Wajah gadis itu terlihat semakin cemas, beberapa kali ia melihat jam di tangannya.
"Menunggu itu jangan dibuat beban. Kalau begitu, waktu akan terasa berjalan lebih lambat. Ada banyak hal yang bisa kamu nikmati di sini. Memperhatikan orang misalnya, bagiku itu seperti menonton sebuah film dengan orang itu sebagai tokoh utamanya."
"Haha, Jakarta memang panas ya!" Satya tertawa pelan melihat gadis itu mengeluarkan tissue dari saku roknya untuk ketiga kali. "Kamu sebaiknya mundur dua-tiga langkah, agar kepalamu tertutup atap halte. Lumayan bisa mengurangi rasa panas. Itupun kalau kamu mau."
Bus bernomor 73 berhenti di depan gadis itu.
"Itu bus-mu?"
Gadis itu diam. Tidak menjawab. Bus 73 berlalu sambil melepaskan asap knalpot. Gadis itu terbatuk. Ia mengibas-ngibaskan tangan kanannya untuk mengusir asap. Satya tertawa pelan, lagi.
"Eh kamu tahu tidak, kalau Jakarta ini merupakan negara terjorok nomor 3 di dunia? Jorok karena polusi udara di Jakarta sangat tinggi. Dan pada tahun 2004 ada yang membuktikan bahwa peringkat pertama penyakit dari anak-anak Jakarta adalah gangguan paru-paru."
"Dan aku harus menghadapinya tiap hari. Tidak mudah memang. Tapi, life is about taking risks, kan? Ada resiko dari setiap pilihan yang diambil, kurasa."
Sebuah sedan hitam berhenti tepat di depan halte. Gadis itu tersenyum. Lega.
"Hei, mau ke mana?" Satya beranjak, kaget melihat gadis itu masuk ke dalam sedan tersebut. "Aku bahkan belum melihat wajahmu dari depan. Kita juga belum berkenalan!"
Gadis itu berlalu. Menjauh.
Meninggalkan Satya dan imajinasinya yang belum usai.
--
Mulai hari ini hingga (insyaAllah) 29 hari berikutnya saya akan mencoba "ikut-ikutan" proyek 30 Hari Menulis mengikuti jejak teman-teman saya. Yah, walaupun yang ditulis gini-gini aja tapi sepertinya proyek ini dapat melepaskan penat di pikiran (cie) hahaha. Wish me luck!
Entah sudah berapa kali Satya harus melawan hujan badai atau panasnya matahari Jakarta hanya demi mendapat bus yang mengantarnya sampai ke rumah. Kepulan asap dan berhimpitan di dalam bus sudah menjadi lawannya setiap hari.
Dan sama seperti hari-hari lainnya pula, siang ini Satya berdiri bersandar di pagar biru sambil menunggu datangnya bus bernomor 47 yang mengantarnya pulang. Siang ini panas sekali, Satya bahkan sudah beberapa kali mengibas-ngibas kemeja putihnya, sekedar memberi angin kepada badannya yang berkeringat.
Tapi tidak, hari ini berbeda. Ada sesuatu yang menarik perhatian di halte, yang biasanya tidak ditemui. Setidaknya bagi Satya.
Seorang gadis yang juga berseragam putih-abu berdiri sekitar dua meter di depan Satya. Beberapa kali ia menoleh kiri-kanan, seperti mencari-cari bus yang dicarinya. Rambutnya yang tergerai panjang sepunggung mengikuti gerakan badannya yang gelisah. Wajahnya terlihat cemas, entah karena tidak dapat bus atau hal lainnya.
Satya menatap wajah gadis itu, lama. Pelan, ia tersenyum.
Gadis itu menarik.
*
"Tidak usah cemas, nanti juga datang kok."
"Baru kali ini ya nunggu bus di halte seperti ini?" Lanjut Satya, tanpa menunggu respon dari gadis itu sebelumnya.
Wajah gadis itu terlihat semakin cemas, beberapa kali ia melihat jam di tangannya.
"Menunggu itu jangan dibuat beban. Kalau begitu, waktu akan terasa berjalan lebih lambat. Ada banyak hal yang bisa kamu nikmati di sini. Memperhatikan orang misalnya, bagiku itu seperti menonton sebuah film dengan orang itu sebagai tokoh utamanya."
"Haha, Jakarta memang panas ya!" Satya tertawa pelan melihat gadis itu mengeluarkan tissue dari saku roknya untuk ketiga kali. "Kamu sebaiknya mundur dua-tiga langkah, agar kepalamu tertutup atap halte. Lumayan bisa mengurangi rasa panas. Itupun kalau kamu mau."
Bus bernomor 73 berhenti di depan gadis itu.
"Itu bus-mu?"
Gadis itu diam. Tidak menjawab. Bus 73 berlalu sambil melepaskan asap knalpot. Gadis itu terbatuk. Ia mengibas-ngibaskan tangan kanannya untuk mengusir asap. Satya tertawa pelan, lagi.
"Eh kamu tahu tidak, kalau Jakarta ini merupakan negara terjorok nomor 3 di dunia? Jorok karena polusi udara di Jakarta sangat tinggi. Dan pada tahun 2004 ada yang membuktikan bahwa peringkat pertama penyakit dari anak-anak Jakarta adalah gangguan paru-paru."
"Dan aku harus menghadapinya tiap hari. Tidak mudah memang. Tapi, life is about taking risks, kan? Ada resiko dari setiap pilihan yang diambil, kurasa."
Sebuah sedan hitam berhenti tepat di depan halte. Gadis itu tersenyum. Lega.
"Hei, mau ke mana?" Satya beranjak, kaget melihat gadis itu masuk ke dalam sedan tersebut. "Aku bahkan belum melihat wajahmu dari depan. Kita juga belum berkenalan!"
Gadis itu berlalu. Menjauh.
Meninggalkan Satya dan imajinasinya yang belum usai.
--
Mulai hari ini hingga (insyaAllah) 29 hari berikutnya saya akan mencoba "ikut-ikutan" proyek 30 Hari Menulis mengikuti jejak teman-teman saya. Yah, walaupun yang ditulis gini-gini aja tapi sepertinya proyek ini dapat melepaskan penat di pikiran (cie) hahaha. Wish me luck!
0 COMMENT;