Langit hitam. Kelam. Mencekam.
Aku berjalan pada jalan setapak yang entah di mana ini berada. Aku hanya ingin lari. Kencang. Sejauh mungkin. Tidak peduli berapa energi yang sudah kuhabiskan sedari tadi. Tidak peduli berapa kilometer lagi jarak yang harus kutempuh. Aku sudah tidak peduli apapun.
Aku ingin bertanya pada Tuhan. Mengapa setiap manusia harus menghadapi berbagai cobaan? Mengapa harus aku yang melewati rintangan seperti ini. Aku tidak kuat. Aku ingin loncat saja ke level berikutnya. Aku butuh cheat. Game shark. Apapun itu agar level ini segera terselesaikan.
Aku tidak tahu apa itu bahagia. Sepertinya kebahagiaan hanyalah permainan pikiran. Seperti penggabungan antara impian dan logika, lalu mereka melebur dalam kenyataan. Tunggu, apakah kebahagiaan itu nyata? Bukankah itu hanyalah pikiran belaka?
Temanku bilang, hidup tak boleh egois. Jangan hanya memikirkan diri sendiri dan bertingkah seolah orang lain tak ada. Menurutnya, manusia bisa melihat apapun dengan matanya, kecuali seluruh dirinya sendiri. Manusia membutuhkan orang lain untuk melihat keutuhan dirinya sendiri. Apalah, aku tak mengerti. Ini hidupku, aku yang menjalaninya, bukan orang lain. Ini mataku, terserah aku ingin melihat apa dan seperti apa.
Lalu aku berhenti berlari. Aku lelah. Nafasku terengah.
Aku lelah, Tuhan. Lelah. Tolong berhenti menyulitkanku. Aku menyerah. Jangan lagi menciptakan masalah. Seluruh badan dan logikaku tak mampu menemukan cara memecahkannya. Ini malam. Ini jalan. Ini angin. Aku tak ingin lagi menghadapi hal lain.
Aku melihat sinar. Terang. Menyilaukan. Mendekat pelan.
Dan tiba-tiba ia berlari kencang menghampiriku dengan sebuah hantaman keras.
Aku izin. Aku pergi dulu.
Surgakah?
0 COMMENT;